
Idealisme khas mahasiswa yang saya
maksud adalah sama seperti pemahaman dan keyakinan anak-anak muda
generasi 1908, 1928, 1945, 1966, dan 1998, dimana mereka adalah orang
yang bebas dan merdeka dalam berpikir, mengekspresikan ide dan
gagasannya sebagai kaum intelektual. Dan menginginkan kemerdekaan dan
kejayaan untuk bangsanya. Yang saya kagumi dari mereka adalah mereka
orang-orang dengan kapasitas dan prestasi luar biasa, namun memiliki
akar yang kuat, yang tetap menyerap sari-sari pati kehidupan dan
kebaikan (grass root understanding but have world competence).
Idealisme tersebut mengakar kuat dalam
jiwa dan muncul ke permukaan sebagai integritas dan kredibilitas yang
tinggi sebagai anak bangsa. Idealisme ini selalu berlaku tanpa ada masa
kadaluarsa, selalu diwariskan dari generasi ke generasi untuk
melanjutkan perubahan yang dinanti. Idealisme ini muncul tanpa dipaksa,
murni dari dasar nurani dengan kesadaran tinggi dan kecintaan yang
mendalam.
Tanpa perlu pretensi, setiap pemuda
mewarisi idealisme ini dengan sepenuh hati. Idealisme yang menjiwai
setiap perubahan. Idealisme yang mengajarkan turun ke jalan, bukan hanya
sekadar demonstrasi dan orasi. Tapi aksi nyata membangun negeri berupa
aksi kongkrit terjun langsung ke tengah-tengah masyarakat tempat kita
dibesarkan sebagai aktualisasi dari gelar kaum intelektual yang
disandang. Idealisme ini mengajarkan keberanian dalam bertindak dan
tanggung jawab bahwa masa kini dan masa depan negeri ini ada di tangan
anak-anak muda.
Hingga sejarah bercerita kepada kita
bahwa sejarah negeri ini adalah cerita anak-anak muda. Tahun 1908
menjadi momentum kebangkitan. Tahun 1928 menjadi momentum penyadaran
tentang kesamaan(bukan perbedaan), persatuan, dan kesatuan. Tahun 1945
merupakan momentum yang dinanti dari perjuangan panjang untuk
mengumandangkan kedaulatan di tanah sendiri. Tahun 1966 merupakan akhir
dari PKI di Indonesia dan awal orde baru. Dan pada 1998 terjadi
peristiwa besar yang menjadi momentum perantara kita menuju era
sekarang.
Pada setiap momentum perubahan, pemuda
terpelajar selalu ada di depan dan sangat penting perannya. Mereka
menjadi inisiator sekaligus motor perubahan. Bahkan pada titik tertentu
mereka menjadi katalisator yang memaksa dan memberi arah perubahan.
Setiap jaman ada rijalnya.
Saya sadar betul bahwa rijal atau pemuda
terpelajar di zaman ini salah satunya adalah saya. Berbeda ketika dulu
di masa sebelum kuliah, saya adalah anak kecil ingusan yang fokus
hidupnya hanya seputar ego dan pemenuhan kebutuhan pribadi. Dan kini
saya berada pada fase yang pernah dilalui orang-orang besar pengusung
perubahan dulu, yakni mahasiswa.
Sebenarnya sudah sejak SMA saya dikenalkan dengan sesuatu bernama agent of change, iron stock, dan social control.
Tapi ketika itu masih belum membekas dan hanya sekadar tahu saja. Dan
sekarang saya hadir di lingkungan kampus yang mengajarkan banyak hal,
termasuk idealisme ‘jalanan’ ala mahasiswa. Sepertinya saya benar-benar
mewarisi idealisme tersebut.
Semakin kesini saya semakin sadar,
idealisme warisan itu kini mendapat banyak tantangan seiring
perkembangan zaman. Apa jadinya ketika idealisme tak sesuai realita atau
realita tak sesuai idealisme?
Sumber : http://duniapemuda.com/
Tidak ada komentar: